[Opini] Meningkatkan Minat dan Budaya Baca Masyarakat Indonesia : Di Manakah Peran dan Posisi Kita (Pustakawan)?


Masih ingat tentang artikel yang bertemakan peringkat negara literatif pernah Pustakawan Jogja posting beberapa waktu yang lalu?  Lupa? Coba deh temen-temen buka di sini : Peringkat Negara Literasi di Dunia: No. 1 Finlandia, Lha Indonesia??. Dari situ kita bisa tahu, betapa masih sangat sangat rendahnya peringkat literasi di negara kita, yang salah satunya diakibatkan dari rendahnya budaya baca di masyarakat kita secara umum. Meskipun tidak kita pungkiri, di beberapa daerah sudah mulai menggeliat gerakan minat bacanya. Semisal di Lampung, ada Mas Sugeng Hariyono dengan Motor Pustakanya sebagai penggerak minat baca di sana. Ada Luna Kuda Pustaka (Pak Ridwan Sururi) sebagai penggerak minat baca lereng Gunung Slamet, Purbalingga, Jawa Tengah. Di DIY sendiri banyak TBM ataupun perpustakaan-perpustakaan desa yang aktif menggerakkan minat baca masyarakat salah satunya adalah TBM Guyub Rukun (Mas Triyanto) di Bantul, DIY, dan masih banyak lagi yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu.

Akan tetapi secara umum, banyak penelitian membuktikan bahwa budaya baca kita masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara maju di dunia. Jangankan budaya baca, minat terhadap bacaan saja masih rendah. Tentu saja banya faktor yang mempengaruhi hal itu, salah satunya adalah sebaran (distribusi) bahan bacaan yang belum merata dan belum maksimal, baik itu melalui pembelian (misal toko buku, dsb) maupun yang dipinjamkan (perpustakaan, TBM, dsb).

Belum maksimalnya sebaran dan daya jangkau bahan bacaan ke masyarakat di negara kita pun dipengaruhi banyak faktor, yang pertama dan yang paling utama (dan lagi-lagi ini masalah klise) adalah "mahalnya" harga buku bagi masyarakat di negara kita. Kenapa saya katakan "mahal" (dengan tanda petik)...? Karena sebenarnya jika menilik rata-rata ekonomi masyarakat kita secara nasional, kita tidak bisa katakan kita masuk negara miskin. Masyarakat kita rata-rata sudah mampu dan ekonominya semakin menguat. Negara kita bukan lagi negara miskin. Secara nasional, ekonomi kita semakin membaik dari tahun ke tahun.

Lantas masalahnya apa? Satu hali yang pasti, KESADARAN. Ya, belum adanya kesadaran masyarakat kita akan pentingnya bahan bacaan sebagai kebutuhan pokok mereka. Masyarakat lebih senang membelanjakan uang merekan dalam bentuk motor, gadget, paket data internet dibandingkan belanja buku. Salah satu contoh, masyarakat Indonesia melakukan pembelian sepeda motor baru dengan jumlah fantastis setiap tahunnya. Mencapai 7 hingga 8 juta unit motor baru setiap tahunnya dan selalu meningkat. Lihat DI SINI untuk statistik lengkapnya. Data tersebut adalah untuk belanja motor unit baru, belum yang dalam kondisi second (bekas).

Artinya apa? Masyarakat kita bukanlah masyarakat yang lemah secara ekonomi. Masyarakat kita bisa dikatakan masyarakat yang kaya, yang ekonominya kuat. Akan tetapi kembali kepada masalah kesadaran itu tadi. Masyarakat kita untuk urusan baca membaca masih sangat rendah. Bahkan mari kita jujur, sebagai Pustakawan, berapa buku yang sudah kita baca setiap bulannya....? ^_^

Oke, akan tetapi itu bukan alasan untuk kita menyerah kalah dan pasrah pada keadaan kan? Mari kita bersama-sama berjuang. Sebagai pustakawan, kitalah yang seharusnya menjadi pelopor, bukan pengekor, dalam gerakan peningkatan minat baca dan pemasyarakatan budaya baca di negara kita. Minimal, dimulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu. Bismillah....

Yogyakarta, 10 Januari 2016

*** 


Post a Comment

0 Comments